Sunday, 13 December 2015

CINTA BERSEMI DI PENJARA SUCI


                             
CINTA BERSEMI DI PENJARA SUCI
                  Muly mengenang cinta pertamanya yang tak kan pernah terlupakan

Sebut saja namaku Muly si tukang berkelahi, itulah sebutan para santri di tempat aku dibesarkan. Sengaja orang tuaku menitipkan diriku ke pesantren ini karena kewalahan mendidikku yang memang sulit diatur, tapi walaupun diriku seperti ini kenyataan masih ada Beny yang menyukaiku dan percaya bila suatu saat nanti diriku bisa berubah menjadi Muly yang cantik dan baik.

Pada suatu saat ketahuan baju yang ku kenakan kotor berlepotan lumpur dan tak kusadari bila sedang diperhatikan pengurus pesantren, belum sempat mengganti baju tiba-tiba ada yang memanggilku, " Muly kamu di panggil Bu nyai ayo ikut saya cepat !" tanpa banyak bicara pengurus pesantren langsung menggandeng tanganku dan membawaku ke kantor dewan santri.

Dari jauh terlihat sudah ada 3 santri duduk dengan rapi, dia yang tadi berkelahi mengeroyokku ternyata mengadu lebih dulu itu gumanku dalam hati.
Benar saja aku langsung di intrograsi oleh bu Nyai," Muly benarkah kamu tadi berkelahi, benarkah kamu menghajar ketiga temanmu ini, apa kesalahan temanmu hingga kau pukuli, mengapa kamu bisa nakal sekali, dan seterusnya, dan seterusnya."

Dengan perasaan kesal disalahkan  aku menjawab," Kalau aku tidak nakal mungkin orang tuaku tidak menaruhku di pesantren ini ."
Beberapa dewan santri tampak geram mendengar jawabanku ini, namun aku sempat merasakan sorot mata bu Nyai ada rasa kasih, beliau berusaha sabar atas kelakuanku dan akhirnya menasehatiku agar tak mengulangi perbuatan tersebut lagi dan dewan santri juga memberiku hukuman agar jera tidak berkelahi lagi.

Sejak kejadian itu kak Beny salah satu Ustad termuda, tempatku menimba ilmu di Madhrasah / Mts, diam-diam semakin memperhatikan gerak gerikku, serasa dalam hatinya mengakui bila Muly meskipun tergolong santri yang suka berkelahi namun hatinya lembut, baik dan cerdas.

Hal ini dapat aku rasakan disaat kak Beny sang Ustad menyampaikan pelajaran bahasa arab terlihat mata liarnya yang tak henti-hentinya mengarah padaku bersamaan senyumnya yang sulit aku lupakan.
Bagiku pertemuan saat pembelajaran sangatlah unik, walaupun sang ustad tidak menyadari bila ada sekuntum bunga melati yang ingin untuk dilihatnya, disapanya dan disentuhnya.

Tampak dari balik jendela kantor kak Beny sang ustad tak hentinya menatapku yang sedang asyik bermain bersama teman-temanku.
Entah apa yang ada dalam pikirannya, mungkinkah sama dengan yang sedang ada dalam pikiranku, kak Beny, kak Beny, kak Benyyyyyyy  itu kata yang selalu aku tulis di setiap lembar kertas Diary ku.

Disuatu hari semua santri mengumpulkan buku PR bahasa arab tak terkecuali diriku juga, namun tak kusadari didalam buku bahasa arab yang aku kumpulkan ada secarik kertas kecil dengan tulisanku Kak Beny Ustadku kekasihku I Love You , kertas yg aku tulis disaat usai mengerjakan pr.

Ketika kak Beny membuka bukuku terlihat mereka mengambil kertas kecil tulisanku tadi malam, semakin membuat kak Beny terkejut setengah mati, aku takut, dan malu, sejak kejadian itu aku terlihat kikuk bila mataku bertatapan dengan kak Beny.

Setelah sekian lama aku mengaji di pesantren ini dan menimba ilmu dari kak Beny salah satu Ustad favoridku di Madhrasah / Mts tersebut, tibalah saatnya berpisah.
Kak Beny memperoleh kehormatan terpilih sebagai Ustad yang mewakili pesantren untuk menimba ilmu ke negeri Mesir.
Mendengar berita tersebut semua santri, pengurus pesantren juga kepala Mts merasa bangga namun mereka juga bersedih karena harus berpisah dalam waktu yang tidak sebentar.

Di sudut ini ada aku Muly yang tidak kalah sedihnya karena harus berpisah dengan sang pujaan hati,  lelaki yang telah mengukir hatinya, lelaki yang selalu dirindukannya.
Di sisi lain sang Ustad Beny sebenarnya juga jatuh hati pada Muly yang kini sudah berumur 15 tahun dan telah tumbuh menjadi gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai, baik hati dan cerdas, tetapi ia tak ingin merusak niatnya untuk menimba ilmu di negeri sebrang, sehingga ia meredam perasaan tersebut.

Sampailah tiba saatnya perpisahan itu tiba, setelah usai bersalam-salaman kepada seluruh santri, ustad dan kepala Mts, sebelum pergi kak Beny menghampiriku yang tertunduk lesu membiarkan sang pujaan hatinya pergi dari madhrasah tempatku bisa bertemu dan entah sampai kapan aku bisa bertemu lagi.

" Muly ", ucap kak Beny lirih.
Akupun terperanjat mendengar suara yang sudah tidak asing lagi di telingaku,, kak Beny ???
Ucapnya yang lirih seraya mengusap air mataku, dia mengulurkan tangannya dan memberiku sepucuk surat dan mengucapkan , " Muly aku akan kembali lagi menemuimu setelah aku berhasil menimba ilmu di Mesir, do'akan ya agar aku berhasil dan cepat kembali untukmu."

Aku terkejut, terharu ingin rasanya memeluknya tapi itu tidak mungkin, lidahku kelu, bibirku tertutup rapat menahan air mata, aku hanya bisa menganggukkan kepala, kulepaskan tangan kak Beny dan diapun bergegas menuju mobil yang sudah menantinya.

Segera aku berlari ke dalam kelas yang kebetulan kosong karena sumua santri ada di luar, ku buka surat kak Beny dengan tanganku yang gemetar, tulisan dalam surat itu tak asing bagiku ini adalah tulisan lelaki yang sangat aku cintai.

Kak Beny ternyata menuliskan isi hatinya," Muly kau tak usah bersedih karena akupun mencintaimu, kertas kecilmu yang kau tuliskan kata I Love You padaku tetap tersimpan di dalam hatiku.
Tapi tunggu aku ya karena aku masih harus menggapai cita-citaku ke negeri seberang, nanti aku akan kembali menjemputmu dan membawamu ke singgasana hatiku untuk mengarungi hidup bersama, aku akan selalu merindukanmu sebagaimana engkau merindukanku, salam.


No comments:

Post a Comment