Friday 5 February 2016

DIBALIK SUNYUM SINGLE PARENT ADA TETESAN AIR MATA


DIBALIK SUNYUM SINGLE PARENT ADA TETESAN AIR MATA

Sebut saja namaku Muly, sejak suamiku meninggal, hidupku bak layang-layang putus talinya, begitulah pengakuan Muly.
Sejak kepergian suaminya atas kehendak sang pencipta sebagai pemilik hakiki.
Namun, Muly segera sadar bahwa hidup masih harus berjalan dan tidak boleh larut dalam kesedihan.

Ia pun bangkit demi masa depan dirinya dan anaknya yang sebentar lagi lulus SLTA dan menghadapi pendaftaran untuk kuliah.
Lalu ia menyibukkan diri dengan lebih keras lagi dalam bekerja mengelolah usaha kecil-kecilan dari peninggalan almarhum suaminya..

Namun tak dapat dipungkiri kadang-kadang bibirnya kadang bergumam, "Kenapa Allah begitu cepat memanggil dia, satu-satunya orang yang aku cintai,  tempat untuk mengadu dan menggantungkan harapan.
Aku kehilangan orang yang selalu mendampingiku, yang menghidupi aku dan anakku meski pas-pasan.

Namun, bagiku kesederhanaan itu adalah sebuah kebahagiaan.  Seperti perempuan kebanyakan bahwa sesuatu yang paling membahagiakan dalam hidup adalah ketika memiliki suami dan anak-anak yang baik.

Kehampaan hidup sempat aku rasakan beberapa bulan. namun aku tersadar bahwa aku harus segera bangkit, aku tidak boleh terus bergelut dengan kesedihan.

Waktu pun terus berputar, tak terasa status janda sudah menginjak tahun kedua, aku mulai merasakan betapa sakitnya memiliki status janda itu. 
Lelaki satu per satu mendekatiku, ada yang sekadar iseng-iseng hanya ingin sekedar bergurau, ada juga yang serius mengajak menikah. 

Di sisi lain ibu-ibu mulai memperlihatkan wajah sinisnya. padahal aku tak pernah bertingkah aneh-aneh, apalagi menggoda lelaki.
Kalau sekadar murah senyum itu memang sudah sifatku sejak dulu, aku mafhum Status janda memang serba salah.
Bersolek sedikit saja disangka beger dan mau mencari "mangsa".

Hari demi hari kulalui, beberapa rintangan dari yang kecil hingga tantangan hidup yang beratpun alhamdulillah dapat kulewati berkat pertolongan Tuhan.
Semua itu aku jalani dengan ikhlas, biar hidup pas-pasan yang penting aku bisa melupakan rasa sedihku.

Aku bisa kembali merasakan hangatnya mentari pagi, dan aku yakin suatu saat nanti masih ada setitik harapan untuk menggapai kebahagiaan yang dulu pernah aku rasakan.
Entah pada siapa nanti ku sandarkan sisa cintaku, itu aku percayakan pada Tuhan yang maha tahu untuk memilihkannya

Benar saja seiring putaran waktu sejumlah lelaki mulai menggodaku, mulai dari lelaki berstatus bujangan, duda ada juga yang justru masih punya istri. 
Satu sisi aku bahagia sebab diusiaku yang sudah terbilang tidak muda lagi ternyata masih ada orang yang ingin mendampingiku.

Namun, di sisi lain aku pun sering bertanya-tanya apakah godaan mereka itu hanya iseng-iseng saja karena mereka tahu bahwa aku seorang janda?

Tapi akhirnya aku bisa menilai siapa yang hanya iseng dan siapa yang berniat baik menikahiku.
Suatu ketika ada seorang lelaki yang cukup tampan dan berwibawa. Sebut saja namanya Muhammad. Tiba-tiba ia mengutarakan isi hatinya dan berniat memperistriku. Namun setelah aq ketahui bahwa dirinya  masih punya istri. Tentu saja aku menolaknya karena aku tak mau menyakiti perasaan sesama kaumku.
Dalam hidup ini telah ku lukis dengan tinta merah bahwa wanita akan tetap mulia meski menjanda, dan selalu berusaha tersenyum walau menahan cacian tetangga yang kurang suka dengan kehadiran status janda, karena kebanyakan mereka tak menyadari bahwa tak ada seorangpun yang mencita-citakan dirinya menjanda.

No comments:

Post a Comment